*Sebenernya lagi males nulis,
tapi berhubung daya ingatku rendah. Jadi kalau cerita-cerita amazing tak
ku tulis, besar kemungkinan cerita itu akan hilang dengan mudahnya. Duh kalau
sampe lupa, sayang banget kan. Makanya biar kata males-males plus masih
menikmati sensasi pegel-pegel, aku tetep maksain nulis cerita ini. Oke check
it out!
Ini cerita tentang traveling ku
ke Pantai Santolo (ada yang tau Pantai Santolo?? Hm,, Kalo gitu… sama. Awalnya
aku juga ngga tau. Haha) Itu lho yang pantai selatan letaknya di Pamengpeuk.
(Kalo kata Pamengpeuk kayaknya sering denger ya?) Yupz, Pamengpeuk Kabupaten
Garut.
(Kalo kalian searching,
kalian bakal nemuin gambar ini –Pantai Santolo. Gimana? Pantainya keren kan?)
Ceritanya, anak-anak di tempat ku
kerja berencana mengisi hari minggu -7 Februari- yang indah ini dengan liburan
ke pantai tersebut. Rencana awal sih, ke Pangandaran, Citumang tapi dengan
beberapa alasan dan berbagai pertimbangan -yang aku ngga tau- akhirnya, anak-anak
memilih untuk touring ke Garut Selatan.
Pas di kasih tau temen-temen mau
liburan, aku semangat banget untuk ikut. Karena liburan panjang akhir tahun
kemarin aku ngga berlibur sama sekali (suci, suci, kasian banget sih kamu) Tapi
mendekati hari H minatku untuk ikut semakin berkurang, alasannya:
- Hari minggu sebelumnya -31 Januari- aku diajak liburan ke Pantai Pangandaran. Jadi hasrat berlibur ku sudah banyak terpuaskan.
- Lagi ngga enak badan setelah beberapa malam kurang tidur gara-gara mengerjakan kumpulan administrasi buat PPL.
- Ini yang paling utama, lagi terkena penyakit kanker kronis alias boke tingkat dewa :( duh, ckckck
Jadi pas dikasih konfirmasi,
temen-temen mau touring ke pantai Santolo aku jadi mikir ulang.
Tapi ketika hari Sabtu aku pulang
dari sekolah, ternyata ibu udah nyiapin selengkap-lengkapnya perbekalan. Mulai masak
ayam, masak lontong, sampai buat bolu khusus untuk anaknya tersayang –perhatian
banget kan ibuku ini :)- Kalau aku batalin, wah bahaya. Seengganya mungkin ibu
bakal sedikit kecewa, temenku yang ngajak juga –Ina, namanya- pasti ngga bisa
berangkat soalnya kita bakal touring pake motor sementara motornya udah
pas berpasangan. Ditambah aku yang memang sedikit penasaran dengan alam Garut
Selatan. Jadi ya terpaksa, ku putuskan untuk ikutaan. hehe
Awalnya sempet takut, seperti
pertama kali mau berangkat ke Bandung tahun lalu. Takut rutenya penuh tanjakan
sementara musuh terbesar motorku itu, ya tanjakan. Takut ketinggalan, soalnya
kalo konvoi sama temen-temen kerja itu serasa lagi di arena balapan dan aku
selalu dapet posisi yang terakhir. (Ngenes kan?) Hmm. Tapi aku ingat satu hal,
bahwa 80% ketakutan itu hanya ada dalam pikiran, ngga pernah terjadi. (Jadi, Ayolah
suci, come on! Berani. Berani. Berani)
Ina sempet nawarin pake motor
barunya. Tapi aku ragu. Setidaknya aku punya beberapa pemikiran. Bawa motor
sendiri itu tetep lebih nyaman daripada bawa motor orang. Kita tau kelemahan
dan kekuatan motor kita dimana. Jadi kita bisa mengendarainya dengan lebih
bijaksana. Truz motor Ina kan motor baru, kalo terjadi apa-apa takut ngga bisa
bertanggung jawab (baca: pengecut ya)
Kami berangkat pukul 4 pagi. Pas
berangkat, aku sama Ina akhirnya dipisah. Ketua rombongan -Wildan- mungkin
merasakan hal yang sama, takut motorku ketinggalan. Jadi dia nyuruh anak
prakerin –Lukman- buat bawa motorku, sementara aku? Dibonceng aja ya. Aku percaya
Lukman bisa ngebut bawa motor dengan catatan kalo motor biasa. Tapi kalo bawa
motorku, sepertinya aku ngga bisa percaya gitu aja. Secara, motorku kan luar
biasa. Aku bilangin kelemahan motorku. Dia cuma manggut-manggut aja. Ya udah
terpaksa, aku berusaha percaya.
Baru berjalan sekitar 2 km, rombongan
berhenti di pom bensin. Sementara aku seperti biasa, ketinggalan. wkwkwkwk.
Lukman kesulitan ngoper gigi guys. Di pemberhentian ke 2 pun sama, temen-temen
yang lain terpaksa nungguin aku sama Lukman. Disini Lukman sempet kena semprot
teman-teman gara-gara selalu ketinggalan. Ckckck. Kasian juga sih tapi udah
berkali aku bilang, kalo Lukman ngga sanggup jangan dipaksa, biar aku yang
bawa. Tapi Lukman tetep maksa bawa. Hingga akhirnya di pemberhentian ke 3
–setelah kita solat subuh- Lukman menyerah haha. Dia sempet minta temen yang
lain buat bawa, tapi ngga ada yang bisa (baca: ngga ada yang mau ya). Ya udah
aku maksa rebut kendali secara paksa. Mungkin dia khawatir, aku ngga bisa bawa.
Hmm dia belum tau aja, biar gini-gini juga aku kan adeknya A Vale. Right?
:)
Setelah melewati pemandangan
indah -entah dimana- yang pasti ada tugu perbatasan Kab. Tasik, rombongan
berhenti lagi untuk yang ke 4 kalinya. Dua motor tertinggal, karena ada motor
yang bannya bocor. Jadi kita nunggu mereka sambil sarapan. Tapi karena bocornya
masih di jalur hutan, jadi mereka kesulitan menemukan bengkel untuk tambal ban.
Ahkirnya, Pak Ketu memutuskan untuk menunggu mereka di depan, di jalur potong –aku
ngga tau nama tempatnya apa. Dan kami pun berhenti di sana.
Setelah menunggu sekitar 20
menit. Yang ditunggu –motor A Juju sama
Iskandar- pun tiba. Sebelum melanjutkan
perjalanan, Wildan sempat minta Lukman bawa motorku kembali. Katanya jalannya
rusak, berbelok-belok pula. Tapi kalo Lukman yang bawa, aku yang khawatir. Di
jalan yang lurus aja, dia kerepotan ngoper gigi, apalagi di jalan rusak. Jadi
aku minta sama Lukman, biar aku yang bawa. Lukman pun akhirnya setuju. (Aku
penasaran, emang jalannya serusak apa? Kalo belum se-ekstrim jalan Tanjung
Sukur-Rajadesa kayaknya aku masih bisa. Dan ternyata benar, rusaknya masih level
biasa)
Di rute selanjutnya, kami mulai
memasuki kawasan berkelok. Pertama kali yang membuatku takjub ketika melewati
kawasan ini yaitu ketika melihat sebuah ‘gunung batu’. Ya sebuah batu besar,
karena saking besarnya batu itu lebih mirip gunung batu. Tapi asli lho,
subhanallah sekali.
Dan belum selesai kami dibuat
takjub dengan fenomena alam tersebut, mata kami kembali dimanjakan dengan
pemandangan yang indah luar biasa. Saking indahnya, saya sulit mengungkapkannya
dalam kata-kata. Dari mulai perkebunan teh yang membentang sampai air terjun semuanya kami temukan disana.
Pokoknya indah luar biasa. Banyak lho, orang-orang yang berhenti di sepanjang
jalan sana untuk sekedar menikmati keindahan dan berfoto ria bersama rombongan.
(diantara sebagian
keindahan perjalanan menuju Pantai Santolo Pameungpeuk-Garut)
Kami juga sempat berhenti -sambil
menunggu teman yang tertinggal- untuk mengabadikan moment di tempat yang langka
ini. Tapi sayang, pak ketu sepertinya kurang tepat memilih tempat pemberhentian. Jadi indahnya kawasan
ini tak terlalu nampak.
Setelah rombongan lengkap dan
puas berfoto. Kami melanjutkan perjalanan. Meskipun kami tak tau posisi kami
berada dimana, tapi dapat diperkirakan perjalanannya kami tempuh masih panjang.
(Tau darimana?) Ya, tujuan kita kan mau ke pantai, sementara kita masih
terdampar di daerah pegunungan. Tanda-tanda ada pantai aja belum keliatan. Ckck
*Sekedar informasi, ketika kami berhenti di sana. Waktu sudah menunjukan pukul
09.30.
Dan ternyata ehh ternyata, rute mengular
-pegunungan itu- panjang sekali. Dan apesnya kantong bekal makanan dan air yang
ku bawa dari rumah jatuh di tengah jalan. Mau puter balik buat ngambil, pasti
makin ketinggalan rombongan. Ngga diambil, inget sama ibu yang udah nyiapin
bekal itu dari jam 2 malam. Tapi, daripada ketinggalan rombongan akhirnya ku
relakan bekal ku tergeletak begitu saja di tengah jalan. Pikirku, toh aku masih
punya kue dan lontong buat cadangan makanan kalo nanti aku kelaparan. (Maafkan
anakmu yang tak bisa menjaga bekalmu bu)
Satu jam
berjalan, lumayan juga pantat udah panas gara-gara duduk kelamaan. Ditambah
salah satu personil –Teh Vitra- sakit, jadi kami pun kembali berhenti untuk
beristirahat. Karena lapar, kami kembali membuka bekal. Aku sendiri, waktu itu
nyari bengkel buat nambah angin. Sambil nanya ke penduduk sekitar, ternyata
perjalanan menuju Pantai Santolo masih jauh katanya sekitar 15 km lagi. Dan
satu fakta yang kembali kami temukan, jalur yang kami tempuh ini memang
berputar. Kalau dari Ciamis, ngambil jalurnya lebih dekat Jalur
Tasik-Pamijahan-Cipatujah. (Ohh pantes aja udah hampir 7 jam kita belum nyampe
juga, ternyata emang salah ambil jalur katanya. Ckckck) Tapi ada untungnya juga
sih, kita jadi tau di dunia yang mulai panas ini masih ada tempat-tempat
seindah tadi :)
Pada
permberhentian ke 9 ini sempat terjadi insiden kecil, motor anak prakerin –Iki-
nyenggol mobil. Ngga sampai terjadi apa-apa sih, tapi cukup membuat Ina nangis
gara-gara shock. Akhirnya Ina pindah ke motorku dan Lukman pindah ke
motor Iki. Setelah sekitar 15 menit beristirahat kami pun melanjutkan
perjalananan.
Sekitar
setengah jam perjalanan dari pemberhentian terakhir, kami menemukan tanda-tanda
daerah pantai –udara mulai terasa panas dan banyak sungai. Akhirnya, setelah 7
jam perjalananan kami sampai juga di pantai yang kami cari, Pantai Santolo. Rasa
senang ketika menemukan tulisan ‘Selamat Datang di Kawasan Pantai Indah
Santolo’ sampai saat ini, masih bisa kurasakan. Bagaimana tidak, tujuh jam
perjalanan yang kami tempuh cukup membuat ku kelelahan. *fiuhh
Kami membeli
tiket masuk. Harganya 6000 per orang (Murah ya?) Sambil menunggu personil
lengkap kami menepi di dekat pintu masuk. Dan ternyata biar hari sudah siang,
para pengunjung yang masuk masih ramai. Itulah cerita perjalanan keberangkatan yang
amat melelahkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar