Setelah
melakukan perjalanan Ciamis-Pameungpeuk selama ± 7 jam.
Pukul 11.00 kami pun tiba di pantai yang kami cari. Seperti yang sudah ku ceritakan,
meskipun hari sudah siang tapi suasana di pantai ini amat sangat ramai.
Pengunjung yang baru tiba terus berdatangan, sampai kami kesulitan untuk
mencari tempat parkir beberapa saat. Pertama kali yang terlintas dalam benak ku
ketika melihat suasana pantai adalah kata panas. Ya, selain karena matahari
sudah berada di atas kepala di tepi pantai juga jarang ada pohon untuk tempai
berteduh seperti di Pantai Pangandaran.
Setelah kami menemukan
tempat parkir di ujung selatan pantai, kami segera berjalan menyusuri pantai. Dan
ternyata, tempat wisatanya itu bukan hanya pantai sepanjang parkiran saja.
Tetapi ada tempat lain yang harus kamu kunjungi jika kesana, lebih tepatnya
sebuah pulau. Pulau yang menjadi nama pantai ini, yupz ialah Pulau Santolo.
(Pintu masuk ke Pulau Santolo)
Untuk
dapat menginjakan kaki di pulau ini, kita harus menyebrang sungai –yang
belakangan ku ketahui namanya Sungai Cilaut Eureun. Lebar sungai ini hanya
sekitar 100 meter. Kita bisa menyebrang dengan naik perahu penduduk setempat.
(Atau kalau suka tantangan, berenang juga boleh lah)Untuk ongkos naik perahu
pergi dan pulang (baca: PP) kita hanya perlu merogoh koceh 4000 rupiah per
orang.
Menurut
cerita, pulau ini menjadi salah satu urat nadi perekonomian
yang dibangun kolonial Belanda di wilayah selatan Jawa Barat lho. (lebih
lengkapnya kalian bisa searching sejarah pulau Santolo)
(perahu penduduk
setempat yang bisa kita sewa untuk menyebrang ke Pulau Santolo)
Berbeda dengan pantai sebelah
utara, di Pulau Santolo suasananya lebih teduh. Hal ini disebabkan karena di pulau
santolo lebih banyak pepohonan daripada di pantai utara. Sesampainya di sana Pak
Ketu segera mencari tempat peristirahatan. Di pulau ini memang disediakan
puluhan saung (bahasa Indonesia = balai) bambu untuk tempat beristirahat
para wisatawan. Karena beberapa menit lagi akan memasuki waktu dzuhur, jadi
kami mencari saung peristirahatan yang dekat dengan mushola. Kami
mengistiratkan tubuh sejenak. Tubuh yang lelah setelah mengendarai motor selama
7 jam ditambah terpaan angin pantai semilir terasa sangat menggoda mata
untuk terpejam disana.
Sebagian teman ada yang langsung
berkeliling menyusuri pulau, sebagian memilih untuk merebahkan tubuh di balai
dan membuka bekal dan sebagian lagi ada yang langsung menyerbu toilet seperti
yang ku lakukan. Teh Vitra yang sempet sakit diperjalanan juga ikut mencari
toilet. Setelah adzan tiba kami mencari mushola. Namun sangat disayangkan,
mushola yang kami temukan benar-benar tak terawat. Sebenarnya tak hanya
mushola, semenjak pertama kami mengijakan kaki di pulau ini, mata kami langsung
disuguhi oleh tumpukan sampah laut. Alhasil, keindahan pasir putih pantai
terkalahkan oleh sampah yang berserakan.
Selesai sholat, aku kembali ke
tempat teman-teman. Ingin sekali rasanya tidur, tapi kalo jauh-jauh dari Ciamis
datang ke Pulau ini cuma untuk tiduran kan jadi mikir ulang. Jadi, kuputuskan
untuk berkeliling pulau bareng Ina. Ada yang unik dari Pulau Santolo
ini. Pantainya berupa batuan karang.
(Salah
ambil tempat -_-, sampahnya keliatan ckckck)
(Kalo berfoto di terumbu karang,
hati-hati ya! Asli, Terumbu karang disini tajam-tajam)
(selain karena aku
takut ketinggian disini angin lautnya juga gede banget, aku sama Ina agak
kerepotan menanganinya. Jadi fotonya ngga seindah view mata kita, hmm)
Setelah puas, kami kembali ke base
camp peristirahatan. Sepertinya masih banyak tempat indah yang wajib kami
telusuri disana. Tapi karena sebelum penelusuran kami diwanti-wanti sama Teh Vitra supaya ngga pergi jauh-jauh, jadi terpaksa kami harus segera kembali
kesana.
Baca juga
Tidak ada komentar:
Posting Komentar