Tak terasa, cuaca semakin panas dan mentari sudah semakin barat. Mengingat
perjalanan Ciamis-Pantai Santolo cukup memakan waktu (berarti kebalikannya juga
ngga terlalu berbeda) Pak Ketu menginstruksikan agar kami segera berkemas.
Sambil menunggu perahu yang akan membawa kami menyebrang. Kami kembali
berfoto di gapura pintu masuk ke Pantai Santolo.
(Dari kiri ke kanan: Holiz, Teh Vitra, Ina, Dikri, Aku)
Setibanya di parkiran, aku mendapati motorku sudar bergeser dari tempat
semula. Tak masalah sih, mungkin tadi lagi banyak kendaraan tapi yang ku sayangkan
bergesernya itu lho ke tumpukan sampah.
Perjalanan pulang, aku kembali boncengan sama Ina. Baru beberapa meter
berjalan, aku ngerasa motorku jalan sempoyongan. Setelah aku cek, bener
aja, ban belakangnya udah kehilangan angin level akut alias kempes berat.
Terpaksa aku harus nyari rumah sakit ehh bengkel terdekat. Untung aja pas aku
nanya, bengkelnya ngga jauh sekitar 100 meter dari pintu masuk. (Temen-temen
kemana?) ya, aku paksa buat nungguin lah. Haha ngga deng, tanpa aku pinta
mereka care (baca:terpaksa) kok nungguin aku kkkkk *terharu. Setelah
diperiksa ternyata bannya emang bocor tertusuk paku kecil. Kayaknya dari
tumpukan sampah tadi di parkiran. Alhasil banku harus, ditambal.
20 menit menunggu, tambal ban
selesai. Kita segera capcus dari pantai santolo untuk pulang. Kita ngga ambil
rute pegunungan yang tadi lagi. Tapi kali ini kita mau ambil rute tepi pantai
cipatujah-pamijahan. Dan sesuai kesepakatan, pak ketu diminta untuk berhenti di
pom bensin pertama yang kami temukan. Apesnya, di pom ini kendaraan yang mau
ngisi bensin lagi penuh guys. Aku kehilangan jejak teman-teman, akhirnya aku
(terpaksa) mengantri di antrian yang panjang -_-
Dan ternyata anak-anak yang lain
pinter banget cari antrian. Aku masih diantrian ke enam. Anak-anak udah pada
nungguin aja dipinggir jalan. yang bikin kezel, kendaraan udah antri panjang
tapi itu petugas pom nya malah main-main sambil cengengesan. *huffftt Lagi-lagi
aku jadi subjek yang ditunggu, ngeLAMAin. *pas waktu itu dalam hati aku bilang,
kawan-kawan, maaf ya! Sayangnya, aku anak baru yang masih belum akrab
sama mereka, jadi Cuma berani bilang di dalam hati aja.
Setelah semua personil lengkap,
kami segera meluncur. Pas kami berangkat dari pom bensin pas adzan ashar
berkumandang lho! Berarti, waktu kita berangkat, sekitar pukul 3 sorean. Waktu
itu, sholat ashar kami udah dijama’ sama dzuhur ya. Jadi ngga lagi cari mesjid
buat sholat ashar.
Pertama kami memasuki rute “tepi
pantai” ternyata rute nya emang bagus. Selain jalannya mulus, karena masih
termasuk dataran rendah jadi jalannya juga lurus –ngga terlalu banyak belokan
atau tanjakan ya. Tapi disepanjang rute ini minim perumahan, yang ada Cuma
perkebunan karet nan rindang sepanjang perjalanan.
Jalannya juga cukup sepi, cuma
dua-tiga kendaraan yang kami temui di jalan. Dan seperti biasa aku mendapat
posisi terakhir, yang dapet posisi pertama, biasa Pak Ketu yang balapan sama Holiz
ama A Juju. Untung A Adul, Iskandar sama anak prakerin berkenan ‘menurunkan’
kecepatan jadi aku masih bisa ngimbangi mereka.
Setengah jam berjalan, anak
prakerin –yang dapet posisi 2 terakhir- menepikan motornya. Ban mereka ternyata
bocor. Aku yang pada saat itu, jadi saksi berusaha jadi pahlawan buat nyari
bantuan. Maksudnya, mau ngejar temen2 yang udah pada lari duluan, atau
kalaupun ngga bisa ke kejar paling ngga aku berharap menemukan bengkel atau
rumah warga yang bisa dimintai bantuan.
Beruntung diantara motor A Adul sama
iskandar ada yang nengok spion. Jadi ada yang tahu kalo 2 motor di belakang menghilang,
mereka pun berhenti di tikungan sekitar 200 meter dari tempat kejadian. Aku
sempet ditawarin ngelanjutin perjalanan duluan. Tapi aku ngga mau, iya jalannya
lurus-lurus aja tapi rutenya sepi, jarang rumah, Cuma ada pekebunan kalo ada
apa-apa sementara pasukan yang di depan belum kekejar dan mereka yang di
belakang masih belum keliatan. Kan cuma aku sama Ina yang jalan sendirian. Oh,
tidak.tidak.tidak. Aku lebih baik nunggu tambal ban.
50 meter dari tikungan, kami
menemukan sebuah rumah sekaligus warung dan bengkel. Alhamdulillah,
bahagianyaa. Sambil nunggu ban anak prakerin ditambal, kami beristirahat dan
jajan. Disini, waktu menunjukan pukul setengah empat sore. A adul bilang, takut
kemalaman di daerah sini. Bahaya katanya rawan begal. Asli, pas a adul bilang gitu
aku makin takut, selain awan sore semakin mendung. Aku kan selalu ketinggalan. Do’aku
dalam hati, “Ya Allah, selamatkan kami. Aamiin. “
Tapi ternyata tak hanya rombongan
kami yang mengalami kempes ban, tak lama setelah kami berhenti disana ada juga
rombongan pemancing yang bannya juga kempes. Aku jadi ngerasa ngga sendirian.
Ternyata kalo mau lewat rute ini emang harus siaga. Bensin harus full, motor harus oke karena kalo ada
apa-apa kita bakal kesulitan nyari bantuan.
15 menit menunggu, tambal ban
selesai. Kami melanjutkan perjalanan. Selama di jalan lurus, aku berusaha di
posisi depan. Meskipun pada akhirnya aku selalu disalip apalagi ditanjakan,
ngga papa asal aku ngga terlalu ketinggalan.
Hari semakin sore dan awan
semakin mendung. Dan ternyata rute perkebunan ini panjang banget. Setengah jam
berjalan, kami menemukan motor pak ketu, holiz dan a juju yang menunggu di
sekitar daerah cipatujah. Dan sepertinya rute perkebunan berakhir disini, kami
mulai menemukan beberapa rumah dan tanda-tanda kehidupan. Kami juga sempat
melihat pelangi yang membentang di awan cipatujah, subhanallah indahnyaa. (y)
:)
Baca juga ==>
Tidak ada komentar:
Posting Komentar